Sabtu, 15 Oktober 2016

BUMDesa SEBAGAI GERAK EKONOMI DESA YANG LAMA TIDUR

Sebelum UU Desa hadir, desa sudah dikenalkan jenis usaha yang bisa dilakukan sebagaimana penjelasan pasal 21 dalam UU No.5/1979. Kebijakan tersebut terus dipertegas melalui UU No 22 /1999 tentang Pemerintah daerah dan revisinya UU 32/2004, kebijakan tersebut sudah membuka ruang desa dapat mendirikan BUM Desa, yang diperkuat dengan turunnya Peraturan Pemerintah No. 72/2005 tentang desa dan secara khusus BUM Desa dipayungi dan digerakkan oleh Permendagri No. 39/2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Terbitnya kebijakan-kebijakan tersebut didukung dengan berbagai program pemerintah yang dikeluarkan untuk menggerakkan ekonomi desa.

Harapannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa belum bisa terwujud jika kita melihat jumlah penduduk miskin di perdesaan. Kondisi ini dapat menggambarkan bahwa sumber-sumber yang ada di desa belum terkelola dengan baik, sehingga tingkat urbanisasi penduduk menjadi daya tarik bagi penduduk desa.  Menjadi perhatian bagi pemerintah desa dan pemerintah daerah bagaimana berbuat dan bertindak agar BUMDesa sesuai harapan dalam pembentukannya. Di evaluasi kembali agar potensi yg dimiliki mampu di kembangkan

UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, desa merupakan ‘kesatuan masyarakat hukum’. Definisi ini telah menempatkan Desa sebagai organisasi campuran antara masyarakat berpemerintahan dengan pemerintahan lokal. UU Desa ini telah membedakan desa dengan Pemerintahan daerah yang tidak mengandung unsur masyarakat, melainkan hanya perangkat birokrasi. Desa juga tidak identik dengan Pemerintah Desa dan kepala Desa, namun meliputi pemerintahan lokal dan sekaligus mengandung masyarakat, yang keseluruhannya membentuk kesatuan hukum.

UU Desa mempertegas kehadiran BUMDesa sebagai institusi sosial dan komersial yang bertujuan untuk menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa. Karenanya anggaran dalam APB Desa bisa dialokasikan untuk modal awal BUM Desa. Saat ini akan dihidupkan kembali BUM Desa. Terutama di Desa Garung Lor, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Tentunya hal ini BUM Desa  yang ditargetkan oleh Kemenenterian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) segera terwujud kembali.

Sebagai basis pengembangan ekonomi di pedesaan, BUM Desa sudah lama didorong oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program yang digulirkan, dan sudah banyak desa yang mendirikan BUM Desa agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Banyak program pemerintah baik pusat maupun daerah yang digulirkan dalam upaya menggerakkan ekonomi desa. Namun belum banyak membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama,  setiap tahun masih dirasakan potensi pendapatan dan penataan asset desa yg belum di kelola dengan baik. Perlu upaya yang kuat agar BUM Desa mampu menjawab tantangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai institusi sosial dan ekonomi, pendirian BUMDes tidak cukup didekati dengan pendekatan teknokratis dan manajerial semata. BUMDes yang dibangun serentak oleh pemerintah dari atas juga tidak serta merta bisa bekerja dengan baik meskipun memiliki kapasitas manajerial yang baik. Menjadi evaluasi bersama agar BUM Desa benar-benar menjadi pilar ekonomi desa yang tangguh dan kuat serta memberikan manfaat bagi masyarakat.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pengembangan BUM Desa, yaitu masih diperlukan upaya kuat dan keseriusan desa dalam melakukan pembinaan dan memperkuat bentuk dari BUM Desa sebagai institusi social dan komersial.

Inisiatif pembentukan BUM Desa, di Desa Garung Lor perlu di apresiasi( rencana 2017 ). Desa ini memiliki 4 wilayah dalam tingkat RW, dan terdapat potensi yang bisa di gali. Sebagai contoh : pengelolaan parkir/penitipan kendaraan, pasar sekitar pabrik, ruko/kios, gedung serba guna dan masih banyak lagi. Dan perlu di awali dengan inventarisasi asset yang dimiliki desa. Pembentukan BUM Desa tersebut juga terjadi sebelum pemberlakuan UU Desa, namun menjabarkan semangat PP. No. 72 tahun 2005, Permendagri 39/2010 tentang BUM Desa di bawah payung UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Inisiatif pendirian BUM Desa muncul dari pemerintah desa dan masyarakat desa, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Inisiatif ini hadir karena latarbelakang yang mempengaruhinya, yaitu adanya potensi desa , kondisi/permasalahan yang terjadi di desa yang perlu dipecahkan agar desa tidak selalu tertinggal.

Pendirian BUMDes karena potensi dapat ditemukan di Desa Garung Lor. Kita mencoba untuk identifikasi terhadap potensi ini yang ada, antara lain :
1. Melakukan kegiatan pemberdayaan lingkungan, yang kemudian bisa dikembangkan inisiatif mendirikan koperasi atau potensi UMKM yang ada di Desa Garung Lor.
2. Kepala desa untuk mendorong BUM Desa melalui Pemerintah desa dan masyarakat memanfaatkan dana insentif dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa yang diberikan kepada Pemerintah Desa untuk dikembangkan menjadi usaha desa.
3. BUM Desa dapat dilakukan dengan mendorong usaha ekonomi desa, dari dana hibah untuk mendirikan Usaha Ekonomi Desa(jika bisa diakomodir oleh pemerintah daerah).

Dan pembentukan BUM Desa tidak langsung terbentuk, karena membutuhkan pengelolaan usaha stabil terlebih dahulu kemudian baru dibahas dalam musdes pembentukan BUM Desa dan orang-orang yang punya kompetensi, jujur serta punya niat untuk memajukan desanya melalui BUMDesa ini.

Pemilihan jenis usaha dan ragam pengelolaanya akan menentukan karakter BUM Desa dilihat dari jumlah keterlibatan warga masyarakat dalam usahanya. Point ini penting dibicarakan atau dimusyawarahkan oleh pemerintahan dan masyarakat desa mengingat tujuan pendirian BUM Desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka sebaiknya lebih banyak melibatkan dan memberikan manfaat bagi warga masyarakat karena modal yang digunakan juga berasal dari uang masyarakat. Pemahaman terhadap BUMDESA yang harus menghasilkan profit akan mengarahkan pada pilihan jenis usaha yang dapat menghasilkan keuntungan. Hal ini akan menjadi trade off bagi keterlibatan dan partisipasi warga dalam pengelolaan dan manfaat dari usaha yang dipilih.

Jika lebih dalam ditarik pada perbedaan antara BUM Desa sebelum dan sesudah UU Desa, maka UU Desa mengkonsepkan desa sebagai pemerintahan lokal sekaligus komunitas mandiri. Sebagai komunitas mandiri maka masyaraat berhak mendapatkan akses dan manfaat dari BUM Desa yang didirikan. Hal ini cukup berbeda jika desa hanya diposisikan sebagai pemerintahan lokal, maka pilihan usaha BUMDES layaknya BUMD (tingkat kabupaten/kota) yang orientasinya adalah profit untuk menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Managemen pengelolaan yang belum profesional, Studi menemukan belum semua BUM Desa dalam pengelolaannya mengacu pada regulasi yang ada baik sebelum maupun sesudah UU Desa, kendati sudah sesuai dengan struktur yang ada dalam Permendesa dan UU Desa, dimana kepala desa menjadi pembina dan BPD pengawas, namun peran pengawasan yang dilakukan tidak maksimal dan kepala desa tidak memperhatikan perkembangan BUM Desa atau sebaliknya peran pembinaan yang dilakukan lebih mendominasi sampai pada keterlibatan dalam membuat kebijakan teknis.

Selain itu, Pengelolaan dan Pengembangan BUM Desa jangan tergantung pada arahan keputusan kepala desa, namun bagaimana BUMDesa ini sebagai asset kemajuan desa yang bersih, kompentensi dan transparan.

Struktur manajemen pengelolaan BUM Desa seluruhnya harus menganut struktur pengelolaan yang dimandatkan dalam Permendesa No.4/2014, kendati unsur pengawas BUM Desa tidak di jelaskan dalam aturan tersebut namun dalam PP 43/2014 menjadi peran dari penasihat (ex-officio) kepala desa, nampaknya perlu ada kesamaan pandangan dalam menentukan unsur pengawas BUM Desa. Disisi lain pengaturan pengawasan dalam kedua regulasi tersebut secara jelas mengatur tentang waktu pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja BUM Desa. Dalam Permendesa dalam mengatur tentang penyelenggaraan Rapat Umum Pengawas untuk melakukan pemilihan dan pengangkatan struktur pengawas, penetapan kebijakan pengembangan usaha dan pelaksanaan pemanatau dan evaluasi.

Pengawasan merupakan proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Artinya peran pengawas harus terlibat dalam proses perencanaan tidak hanya sebatas pelaksanaannya saja. Pengawasan di perlukan karena adanya potensi moral hazard (penyelewengan/penyalahgunaan) oleh para pelaku ekonomi dalam hal ini manajemen BUMDesa yang tentunya berdampak negatif terhadap perekonomian kemajuan desa. Dalam teori ekonomi menunjukkan bahwa  moral hazard disebabkan oleh adanya asymmetric information. Assymetric information menyebabkan dua hal, yaitu moral hazard (kewenangan kekuasaan) dan adverse selection (kesalahan memilih pengelola/manajemen). Assymetric information adalah kondisi dimana informasi tidak tersebar merata antar pelaku ekonomi.

Dari manajemen yang benar Laporan BUMDesa dari Pengurus BUMDesa, membuat penyusunan laporan keuangan setiap bulan lalu disampaikan ke Kepala Desa,BPD Desa, LPMD dan ditembuskan ke kecamatan dan kabupaten.

Intervensi tidak boleh dilakukan dan bukan fasilitasi desa, pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan usaha yang dilakukan oleh BUM Desa.

Sebagai penggerak ekonomi desa, BUM Desa diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pendirian BUM Desa tidaklah sebatas memenuhi target pembangunan saja namun kehadirannya dibarengi dengan peningkatan kualitas dalam pengelolaan usaha dan yang terpenting kehadiran UU Desa dapat memaksimalkan dan mengembangkan potensi desa melalui BUM Desa sebagai basis gerakan ekonomi desa. Untuk mendapatkan hal tersebut tentunya pemerintah harus berbenah dan melakukan evaluasi atas apa yang sudah dilakukan selama ini terhadap pengembangan ekonomi desa. Hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, yaitu:
1. Kepastian aturan BUM Desa sebagai institusi sosial dan komersial.
2. Aturan sebagai lembaga usaha yang juga diharapkan untuk mendapatkan profit selain orientasi benefit bagi masyarakat desa.

Dua tuntutan tersebut yang membuat BUM Desa berbeda, yang justru keberadaanya mempunyai nilai strategis sebagaimana tujuan pendiriannya. Keberadaan BUM Desa harus menyesuaikan dengan regulasi yang mengatur tentang badan usaha. Kejelasan dalam aturan, akan memperjelas praktek manajemen dan jenis usaha yang akan dilakukan.

Kepastian badan hukum BUM Desa akan memperkuat manajemen pengelolaan serta memperjelas tanggungjawab yang dibebankan kepada pengelolan operasional BUM Desa. Hal ini akan mengarah pada profesionalisme dan kemandirian BUM Desa sebagai unit usaha desa. Kemandirian dan tanggungjawab inilah yang dibutuhkan oleh pengelola dalam mengelola BUM Desa sesuai harapan.

Sinkronisasi aturan pengelolaan BUM Desa. sebagai basis perekonomian desa, manajemen profesional BUM Desa dituntut untuk selaras dengan badan usaha, dan pengelolaannya harus sejalan dengan pengelolaan badan usaha lainnya.

Mempertegas peran pembinaan Desa, memberikan rekognisi dan mendorong kemandirian desa tidak serta merta menghilangkan peran dan tanggungjawab desa dalam memberikan pembinaan. Dalam upaya memberikan itu, pendekatan supra desa seyogyanya dilakukan tidak lagi berdasarkan pendekatan intervensi namun lebih pada pendekatan fasilitasi dan pendampingan.

Pendekatan fasilitasi jauh lebih dibutuhkan desa dalam kerangka menuju kemandirian agar mampu mengelola potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh desa. Keberadaan pendamping desa sudah seyogyanya menjadi alat yang bisa digunakan oleh supra desa dalam melakukan pembinaan yang intensif sehingga menumbuhkan BUM Desa yang tangguh.

Memperkuat eksistensi BUM Desa yang hadir atas inisiatif sendiri, Pemerintah alih-alih memiliki target dalam membentuk BUM Desa secara massif, lupa dengan menjaga kualitas BUM Desa yang sudah eksis atas inisiatif sendiri (internal masyarakat). Memberikan rekognisi terhadap usaha desa (apapun bentuknya) yang sudah eksis-kokoh jauh lebih penting ketimbang melakukan intervensi dengan berbagai instrumen hukum. Bagaimanapun membangkitkan dan memfasilitasi tumbuhnya gerakan ekonomi lokal secara emansipatoris jauh lebih penting ketimbang institusionalisasi BUMDes secara serentak dari atas.

Semoga bermanfaat dalam rencana pembentukan BUM Desa Garung Lor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar