Senin, 15 Februari 2016

LEADERSHIP RT RW UNTUK MEMBANGUN INDONESIA

Pernahkah anda mencari kata RT/RW alias Rukun Tetangga/Rukun Warga di sebuah kamus bahasa Indonesia-Inggris?

Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa anda tidak akan menemukan terjemahan yang pas atas kata tersebut. Tidak percaya ? Mari kita coba liat apa kata kamus yang saya temukan di mbah Google.

Kamus Hasan Shadily menerjemahkan RT sebagai neighborhood association, the lowest administrative unit. Sedangkan RW diterjemahkan sebagai administrative unit at the next-to-lowest level in city, consisting of several RTs.

RT/RW adalah istilah khas yang hanya ada di negeri ini. Kalau kita kembalikan lagi pada konteks struktur kemasyarakatan di Indonesia istilah neighborhood association akan sangat berbeda dengan RT dalam amanat Keppres nomor 49 tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain. Inilah uniknya, RT/RW yang diterjemahkan sebagai neighborhood association di Indonesia secara kelembagaan diatur oleh peraturan perundangan dan diberikan pembinaan oleh pemerintah. Dalam hal pelaksanaan tugas RT/RW merupakan pendukung terlaksananya fungsi administrasi pemerintahan di tingkat kelurahan.

Masih ingat ketika anda membuat KTP? Anda harus meminta surat pengantar dari RT, lanjut ke RW, Kelurahan hingga ke Kecamatan. Itu di tingkat kota. Jika anda berdomisili di suatu kabupaten dimana sistem administrasi KTP belum terintegrasi hingga tingkat kecamatan maka anda harus ke kantor yang mengurusi kependudukan dan catatan sipil. Panjang bukan prosesnya?

Dari sudut pandang birokrasi memang terlihat begitu bertele-tele. Alhasil, banyak yang mengeluhkan lamanya proses pengurusan dan tentu saja adanya beragam pungutan karena harus melewati banyak meja.

Tapi, mari kita coba lihat dari sudut pandang yang lain masalah struktur kemasyarakatan yang kita miliki. Menurut Keppres Nomor 49 tahun 2001 tentang Penataan LKMD Rukun Tetangga dan Rukun Warga dibentuk dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang berdasarkan kegotong-royongan dan kekeluargaan
2. Manghimpun seluruh potensi swadaya masyarakat dalam usaha meningkatkan kesejahteraan warga
3. Memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan di bidang pemerintah, pembangunan, dan kemasyarakatan di kelurahan

Bagaimana pendapat anda? Dahsyat bukan? Mulia sekali bukan? Apa yang anda bayangkan ketika ketiga tujuan di atas bisa dijalankan. Pastilah….kita akan merasakan kenyamanan tinggal di lingkungan kita.

Bagi anda yang dilahirkan sebelum tahun 1990 mungkin masih bisa merasakan bagaimana peran RT/RW ini. Saya sendiri masih ingat ketika masih SD sekitar tahun 1980an setiap bulan selalu ada kegiatan kerja bakti di hari minggu di RW tempat saya tinggal. Hampir seluruh anggota keluarga terlibat membersihkan depan rumah, membersihkan rerumputan, membersihkan got dan merapikan tanaman yang sekaligus menjadi pagar rumah kami.

Masih terbayang pula setiap menjelang tanggal tujuh belas bulan Agustus kami begitu antusias mengikuti berbagai lomba, dari balap karung, memasukkan pensil di botol, menyanyi hingga cerdas cermat. Tak kalah dengan anak-anak, ibu-ibu pun disibukkan dengan lomba bola volly antar RT. Sungguh saya masih sangat merindukan suasana seperti itu. Puncak dari serangkaian acara tersebut adalah acara Panggung Tujuh Belasan yang diselenggarakan tepat di HUT Kemerdekaan Indonesia. Sungguh, saat itu menjadi acara yang ditunggu-tunggu. Dari anak-anak hingga ibu-ibu semua sibuk mempersiapkan acara tersebut. Bagaimana tidak, kami para anak-anak yang diminta untuk manggung mengisi beragam acara. Saya masih ingat, saat itu adik saya yang masih berusia 5 tahun sempat diminta mengisi deklamasi. Tahun berikutnya ia mengisi acara tari-tarian karena kebetulan ia menyukai seni tersebut. Saya sendiri lebih senang menjadi penonton sambil berlari-larian menikmati cahaya rembulan bersama kawan-kawan kecil saya.

Tak hanya itu, ketika saya masih berseragam putih abu-abu kami para pemuda/pemudi di tingkat RT dan RW terlibat dalam kegiatan karang taruna. Hampir seluruh pemuda/pemudi saling mengenal karena setiap bulan selalu ada pertemuan. Selain itu kami juga sering dilibatkan dalam acara-acara pernikahan. Dengan pakaian bawahan hitam dan atasan putih kami pun sigap melayani para tamu. Saat itu, acara pernikahan sangat berbeda dengan apa yang saat ini kita lihat. Dari sisi makanan tamu-tamu cukup duduk di tempat dan kami-kami lah yang akan mengantarkan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk termasuk segelas teh hangat. Kami lakukan semua itu dengan riang gembira. Meski tidak ada sepeser rupiah pun yang kami terima sebagai imbalan tapi kami cukup puas dengan sepiring nasi dan lauk pauk yang mengundang selera. Atau mungkin karena di zaman itu kami jarang berlauk daging sehingga hidangan pernikahan merupakan nikmat yang luar biasa ya…entahlah…

Apa yang saya ceritak tentang itu sesungguhnya adalah bagian dari pelaksanaan peran RT/RW dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai ketiga tujuan dibentuknya lembaga tersebut. Yang jelas di perkotaan, termasuk di tempat saya tinggal ,tradisi semacam ini sulit ditemui lagi. Kerja bakti rasanya sekarang sudah digantikan dengan adanya iuran bulanan di RT yang kemudian dari iuran itu Pak RT membayar petugas untuk membersihkan lingkungan. Tak ada yang salah barangkali karena kehidupan masa kini telah berubah.
Tuntutan hidup memaksa anggota rukun tetangga untuk memenuhi kebutuhan yang semakin hari terasa makin tinggi. Akhirnya, waktu pun tersita untuk masa depan keluarga. Meski peran masyarakat atau anggota rukun tetangga dalam menciptakan kehidupan yang lebih nyaman saat ini masih ada tapi peran kerja bakti sebagai media berinteraksi sesama anggota rukun tetangga jelas tak mungkin tergantikan oleh besarnya iuran tiap bulan.

Dalam konsep pembangunan RT/RW bisa dianggap sebagai social capital atau modal sosial yang jika didayagunakan ia akan menjadi sebuah kekuatan besar. Teori pembangunan masa kini pun menyebutkan bahwa modal sosial adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

RT/RW merupakan Model institusional ini lah yang dianggap sangat krusial yang membuat rentang perbedaan antara negara kaya dan negara miskin. Apa kira-kira menurut anda? Sebagaimana peristilahannya maka institusional lebih kepada lembaga negara atau tata kelola pemerintahan yang mampu melahirkan peraturan perundangan serta menegakkannya. Sehingga, segala sumber daya yang digunakan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang besar. Yang termasuk dalam modal institusional di sini adalah property right, produk perundangan, dan tata kelola pemerintahan atau dalam bahasa aslinya disebut sebaga governance, termasuk attitude dan culture. Salah satu unsur yang menjadi bagian dari model institusional ini adalah social capital.

Kalau anda cermati model pembangunan di negara berkembang yang di promosikan oleh negara-negara donor saat ini adalah dengan melibatkan masyarakat dalam pembangunan. Lihat saja, PNPM Mandiri adalah sebuah contoh pembangunan berbasis kekuatan modal sosial. Mengapa? Ya karena dana PNPM in akan bisa dicairkan jika ada kelembagaan berbasis masyarakat yang dinamakan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) di tingkat kelurahan. Selanjutnya untuk mendapatkan dana masyarakat harus membuat Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri dari anggota masyarakat dalam lingkup kelurahan tersebut.

Nah, saya sendiri sering membayangkan bahwa Indonesia ini seharusnya lebih hebat dari negara-negara barat. Bagaimana tidak, dengan adanya garis koordinasi dari pemerintah, pemerintah daerah, kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW seharusnya pengaturan dan penggerakan arus bawah lebih mudah. Di negara barat struktur kemasyarakatan hanya membagi hingga sub-district atau dalam bahasa kita disebut kecamatan. Kalau kita lihat dari vocabulary atau kosa kata yang mengena pada pembagian struktur kemasyarakatan pun hanya dibagi urban dan rural. Dengan struktur kemasyarakatan yang tidak mengakar saja pembangunan di sana justru lebih maju. Tata kelola pemerintahannya pun jauh lebih baik. Masyarakatnya? Jauh lebih tertib. Lalu apanya yang salah ya?

Akar budaya kita berbeda dengan negara barat. Makanya arah pembangunan pun tak bisa begitu saja di persamakan. Saya sendiri tetap percaya bahwa jika lembaga kemasyarakatan kita berfungsi secara maksimal kita masih punya harapan untuk mempunyai lingkungan yang nyaman. Dengan APBN/D yang terbatas apalagi tidak digunakan secara maksimal tentu akan sulit berharap pada peran negara untuk mengatasi segala permasalahan masyarakat. Sehingga, pembangunan yang perlu digalakkan adalah pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat. Artinya, bagaimana membangun kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Tidak perlu kita ambil contoh yang muluk-muluk. Dalam hal kebersihan sebenarnya yang perlu dibangun bukan lah pada pengerahan petugas persampahan tapi lebih kepada bagaimana menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya.

Suatu saat coba perhatikan perilaku para pemilik mobil pribadi. Terkadang perilaku mereka tak kalah dengan para penumpang angkot. Mobilnya sih keren tapi masalah buang sampah perilakunya sungguh memprihatinkan. Atau ketika anda berkendara di jalan. Lihatlah bagaimana pengendara mobil yang berpenampilan keren atau kadang berkostum ustadz ketika di jalanan tak kalah dengan preman.

Apa langkah yang paling efektif untuk mendidik masyarakat?

Lagi-lagi saya sangat percaya bahwa dengan memberdayakan lembaga kemasyarakatan seperti Kelurahan/Desa hingga tingkat RT/RW masalah seperti ini sebenarnya bisa di atasi. Saya sendiri sering membayangkan seandainya lembaga-lembaga ini didayagunakan pasti hasilnya akan sangat dahsyat. Bayangkan seandainya RT/RW berfungsi sebagaimana maksud dan tujuan didirikannya. Bayangkan kalau pembangunan dilakukan berbasis RT/RW dimana setiap kepala RT/RW bertanggungjawab terhadap pendidikan moral dan etika masyarakatnya. Hmmm apalagi jika beliau ini mempunya jiwa leadership yang mampu menggerakkan anggota RT/RW untuk dengan suka rela membangun lingkungannya.

Jadi intinya untuk kemajuan sebuah lingkungan harus menyamakan persepsi, saling dukung dan bukan saling menyalahkan. Menjunjung tinggi rasa kebersamaan, musyawarah demi sebuah kemajuan. Juga peran aktif dari setiap warga dan juga berpikir positif. Untuk sebuah kemandirian dan kemajuan juga harus mau menerima perubahan. Karena RT/RW organisasi lembaga di bawah pemerintah tapi bersifat sosial, sehingga mereka adalah jiwa sosial yg di unggulkan. Untuk kebersamaan dan bukan ego semata. Sinergi setiap lini yg ada, jika satu lembaga stagnan atau tidak berjalan maka program kemajuan juga tidak akan berjalan dengan baik.

* Di kutip dan disadur dari buku Mark Plus Hermawan Kertajaya dengan judul Leadership 3.0 Seni Kepemimpinan Horizontal Untuk Semua Orang

2 komentar:

  1. Balasan
    1. Mari pak, kita menjadi role model untuk sebuah leadership yang mengedepankan transparansi dan komitmen untuk maju

      Hapus