Jumat, 10 Februari 2017

BIOPORI : SOLUSI BANJIR DAN LUAPAN AIR HUJAN

Musim penghujan masih cukup tinggi di Kudus. Ketika hujan kekhawatiran kita akan datangnya banjir, walaupun di perumahan kita tidak berdampak. Namun demikian jika curah hujan tinggi, kita bisa melihat selokan utama Jalan Raya Permai air meluap. Dan memasuki jalan raya dan Jalan Permai 3 dan 4 penuh air. Juga masuk ke halaman. Sebagian mengatakan karena selokan tidak mampu menampung debit air hujan.   Hujan lebat yang terjadi di awal tahun ini sering mengganggu aktifitas kita mulai bekerja hingga mengantar kesekolah.  Karena letak selokan sedikit lebih rendah dari jalan raya maka setiap hujan lebat turun, kami selalu terganggu dengan mengalirnya air hujan memasuki jalan gang dan sebagian halaman rumah di ujung barat Permai 3 dan Permai 4.  Beberapa ini saya terinspirasi sebuah komunitas anak-anak muda "Kresek Kudus" yang memberikan  sosialisasi tentang pembuatan biopori di daerah Honggosoco yang mungkin bisa dicontoh untuk bisa di terapkan di Perumahan Kudus Permai. Biopori ini diharapkan menjadi solusi resapan air hujan.

Akhirnya saya iseng-iseng browsing tentang Biopori. Dan kembali membuka pelajaran Biologi. Biopori adalah lubang-lubang kecil atau pori-pori  di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai akitifitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Pori-pori yang ada dapat menigkatkan kemampuan tanah menahan air dengan cara menyirkulasikan air dan oksigen ke dalam tanah.  Jadi, semakin banyak biopori di dalam tanah, semakin sehat tanah tersebut. Di daerah yang masih alami, mekanisme pembentukan biopori terjadi dengan sendirinya. Dengan adanya perubahan struktur di atas dan di dalam tanah akibat pembangunan/ pengolahan tanah yang dilakukan manusia seperti pertanian, industri pertambangan, deforestasi dan perumahan, mekanisme alamiah pembentukan biopori menjadi tidak berjalan. Biopori sendiri ditemukan oleh Kamir R. Brata, seorang peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB), yang mengembangkan sebuah cara untuk mendorong terbentuknya biopori melalui Lubang Resapan Biopori (LRB).

KEUNGGULAN DAN MANFAAT BIOPORI
Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara :
(1) meningkatkan daya resapan air, (2) mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan),
(3) memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman, dan mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria.

PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)
Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah.
Lokasi pembuatan lubang resapan biopori antara lain:
1. Di dasar saluran pembuangan/selokan air hujan Pembuatan biopori pada selokan pengalir air hujan mengurangi volume air yang dialirkan sehingga mencegah air meluap ke luar selokan.
2. Di sekeliling batang pohon atau di batas taman Lubang resapan biopori yang dibuat di sekeliling pohon dapat menjadi sumber air untuk pohon tersebut, terutama pada saat kemarau. Bulu-bulu akar dari pohon akan tumbuh ke arah LRB(Lubang Resapan Biopori)

Langkah-langkah pembuatan LRB yaitu: 1.Membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter10 cm, kedalaman 100 cm atau tidak melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan lubang resapan biopori antara 50 – 100 cm Pembuatan lubang dapat dibuat dengan memakai alat bantu yang disebut bor biopori. Atau alat sederhana seperti dengan menggunakan alat bor manual 
2. Memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan:
(1) paralon dengan diameter 10 cm, panjang minimal 10cm; atau
(2) adukan semen selebar 2 – 3 cm, setebal 2 cm disekeliling mulut lubang.
(3) Mengisi lubang LRB dengan sampah organik yang berasaldari dedaunan, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur; dan
(4) Menutup lubang resapan biopori dengan saringan kawat/lainnya.

Setelah LRB dibuat, secara berkala lubang harus dirawat dan dipelihara dengan cara:
(1) Mengisi sampah organik kedalam lubang resapan biopori;
(2) Memasukkan sampah organik secara berkala pada saat terjadi penurunan volume sampah organik pada lubang resapan biopori; dan/atau mengambil sampah organik yang ada dalam lubang resapan biopori setelah menjadi kompos diperkirakan 2 – 3 bulan telah terjadi proses pelapukan.
Nah sebenarnya halaman rumah kita tidak pernah tergenang air karena letaknya lebih tinggi dari jalan, namun justru pada saat musim kemarau kita harus menambah pekerjaan ekstra untuk menyirami tanaman dan tentu saja menambah volume pemakaian air dan listrik semakin banyak.
Jadi apa salahnya kita membuat Biopori karena selain berguna untuk menanggulangi banjir juga mampu menyimpan air tanah sehingga tanaman di sekitarnya tetap subur meskipun musim kemarau. Dan kita juga bisa menerapkan lubang biopori di selokan-selokan rumah kita. Jadi sebenarnya selokan kita jangan sampai tertutup bangunan, karena akan mematikan kehidupan air tanah tsb. Seandainya ditutup, kita buat yg tidak paten, sehingga kita bisa memeriksa aliran air yg ada dalam got kita. Dan ternyata dikota-kota besar dan perumahan modern sudah banyak rumah tangga yang mempunyai biopori di halaman rumah ataupun got saluran air. Dengan biopori kita menyelesaikan sebagian persoalan sampah, memperoleh pupuk, dan membantu mencegah banjir. Khusus untuk konteks pencegahan dan penanganan banjir meluapnya air di Jalan Raya Permai untuk membuat biopori mungkin tidaklah signifikan jika hanya kita sendirian. Jadi mari kita lakukan secara bersama-sama bergotong royong. Pada kenyataanya, sudah banyak yang menyuarakan dukungan nyata terhadap biopori. Hari ini dan di masa mendatang, kita butuh lebih banyak lagi biopori. Jadi, mari ramai-ramai membuat biopori!

Dan satu kata untuk ini, JAGA LINGKUNGAN DAN BERI RUANG UNTUK AIRMU

Inspirasi dari :
Aksi Kresek Kudus Dalam Sosialisasi Pembuatan Biopori di Honggosoco
Resensi :
Biopori dan Lingkungan Hidup, Majalh Intisari. Edisi Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar